Ketika alat musik gesek

IDwebhost.com Trend Hosting Indonesia ~> Ketika alat musik gesek yang dinamakan tarawangsa itu dimainkan,maka dimensi dunia spiritual pun terbuka.Siapa pun yang mengikuti lirih melodinya, maka tubuh akan berayun menari mengikuti gerak hati dan rasa.

Di bawah rimbunnya rumpun bambu di Kampung Curug Dago RT 01/- 08,Kelurahan Ciumbuleuit,Kecamatan Cidadap,Kota Bandung,Toni Kanwa Adikusumah,seorang perupa yang sudah lama berkecimpung di dunia seni patung, menggelar acara Tepang Sono bersama rekanrekannya, belum lama ini.

Acara itu penuh dengan nuansa spiritual dengan menggelar kesenian tarawangsa dan angklung gubrag. Orang-orang yang hadir di sana tidak begitu banyak,hanya sekitar 20 orang saja.Namun, mereka adalah orang-orang yang cukup penting bagi senimanasal Tasikmalaya,yangsejak tahun 2000 lalu eksis di negara Swedia sebagai seniman patung sekaligus penyedia media terapi spiritual melalui upacara ritual kesenian tradisional. Mereka banyak memperkenalkan kesenian tradisional Indonesia yang penuh dengan nilai spiritual kepada orang Barat. Toni Kanwa mengajak juga tiga rekan bulenya asal Swedia ke tempat itu.Ketiganya memiliki minat kuat di dunia seni. Mereka adalah Tom Indekeu, seorang fotografer senior; Wiin Stultiens,akademisi seni yang juga guru besar senam Taichi, serta seniman lain bernama Roel.

Sunyinya suasana hari menjelang petang di lereng tebing kebun bambu itu mulai pecah dengan suara angklung gubrag pimpinan Iha Lesmana. Ritme nada angklung seraya diiringi tarian, ter-lihat cukup memberikan kesan mendalam bagi setiap orang yang hadir di sana. Ketika tarawangsa mulai digesek dengan iringan petikan jentreng, beberapa orang terhanyut menikmati alunan musik instrumental tersebut. Mereka menari seolah masuk ke dunia transisi, badannya bergerak mengikuti rasa tanpa pola gerakan yang terikat pakem seperti halnya tari jaipong atau cikeruhan.Tarawangsa sendiri merupakan jenis alat musik gesek dengan dua dawai seperti halnya rebab atau biola.

Alat musik ini diiringi dengan jentreng, berupa alat musik petik sejenis kecapi.Tarawangsa biasanya digunakan dalam upacara ritual perayaan panen serta penyambutan musim tanam padi.Namun dalam situasi tertentu, tarawangsa juga bisa dimainkan di mana saja. Sesuatu yang luar biasa terjadi di sana, ketika Abah Odon, sang pimpinan grup kesenian tarawangsa tersebut, dan Wiin Stultiens sama- sama terhanyut dalam alunan musik. Dengan mata terpejam, keduanya mengikuti rasa yang diikuti ayunan tubuh,lambat dengan ritme tetap. Tak lama kemudian mereka terduduk bersila saling berhadapan. Kepala mereka tertunduk, sementara masing-masing kedua telapak tangannya merapat dibarengi getaran tubuh seolah ada kontak energi di antara keduanya.

Pada akhirnya mereka pun berpelukan, layaknya dua saudara yang lama tidak berjumpa. Padahal baru kali itu keduanya bertemu, dan sama sekali tidak saling mengenal. “Sejak awal menari, saya merasakan adanya kesamaan energi dengan Wiin. Di dalam benak seolah ada suara yang berbisik,“tuturkeun bae” (ikuti saja). Saya pun mengikutinya. Ternyata memang antara energi saya dengan energi tubuh Wiin ada kesamaan, seolah berkomunikasi hingga tanpa disadari saya dengan Wiin berpelukan. Itu merupakan wujud silaturahmi yang sebenarnya.Tidak ada sekat yang membatasi, walaupun saya sama sekali belum mengenal dia (Wiin),” ucap Bah Odon seusai pagelaran.

Toni Kanwa menganggap hal itu merupakan suatu bentuk komunikasi spiritual.Antara Bah Odon dan Wiin tidak saling mengenal,tetapi ada kesamaan energi, karena energi yang hakiki menurutnya tidak mengenal ras atau sekat-sekat kemanusiaan hasil rekayasa logika manusia sendiri.“Saya pun kaget, ini semakin membuktikan bahwa bagi saya tarawangsa itu sangat kontemporer. Pemilahan jenis kesenian berdasarkan kelasnya,itu hanyalah pemahaman istilah dari Barat. Buktinya, Bah Odon yang disebut seniman tradisional bisa menyatu secara spiritual dengan Wiin yang proses berkeseniannya melalui sebuah lembaga akademisi modern,”tuturToni Kanwa. Toni Kanwa mengaku berniat untuk membawa Bah Odon keliling dunia agar memperkenalkan keseniantarawangsa kepadamasyarakat internasional.

Sifat keuniversalan sebagai esensi kesenian itulah yang mendorong dia untuk menghadirkan tarawangsa ke tengah masyarakat Barat.Menurutnya,masyarakat Baratbisadikatakantidakmengenal spiritualisme, bahkan tidak tahu denganspiritualisme.“Sementaradi Tanah Air kita, kehidupan tidak lepas dari nilai spiritual ini.Untuk menyeimbangkannya,maka saya sejak dulu menghadirkannya di sana (Swedia),karena mereka sangat butuh akan nilai-nilai spiritual ini,” katanya. Toni Kanwa sendiri menjadikan Swedia sebagai tempat untuk mengeksplorasi ekspresi seninya dalam bentuk pahatan patung dengan media kayu.

Dia mengaku memilih negara lain sebagai tempat berekspresi, sama sekali tidak terkait dengan nasionalisme.“Masyarakat Barat sudah profesional, mereka memahami benar hasil kreativitas seseorang. Sedangkan di negara kita masih jauh dari sikap itu,”ujar Toni Kanwa.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel